Di PON XIX Jawa Barat 2016, Riau harus bekerja keras karena tidak akan mendapatkan segala “kemudahan” seperti saat menjadi tuan rumah 2012. Untuk itu, seluruh komponen harus berjuang mempertahankan prestasi.
Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Riau akan bekerja keras untuk mempertahankan prestasi olahraga daerah ini, termasuk di PON XIX Jawa Barat 2016. Usaha itu memang akan sangat berat karena Riau tak lagi mendapatkan segala kemudahan seperti saat menjadi tuan rumah PON XVIII 2012. Namun, dengan menyinergikan segala kekuatan yang dimiliki, optimisme itu tetap dipelihara.
Hal ini dijelaskan oleh Ketua Umum KONI Riau, H Emrizal Pakis, dalam rapat pengurus KONI di Aula Perpustakaan Soeman Hs, Senin, 17 Februari 2014. Seluruh pengurus KONI masa bakti 2014-2018 yang baru dilantik 12 Februari 2014 hadir dalam rapat tersebut. Hal yang paling utama dibahas adalah bagaimana memformulasikan agar pembinaan atlet terus dilakukan dengan tujuan akhir prestasi atlet di bergai iven.
Menurut Emrizal, jika dalam PON 2012 lalu Riau untuk pertama kalinya mampu masuk 6 besar dengan memperoleh 43 emas, 39 perak, dan 51 perunggu, maka di perhelatan serupa di Jabar 2016 nanti, para atlet Riau harus bekerja lebih keras lagi. Jika saat menjadi tuan rumah bisa mengikuti seluruh cabang olahraga tanpa harus ikut babak kualifikasi (pra PON), maka untuk PON selanjutnya, atlet-atlet Riau ada yang harus ikut kualifikasi.
“Ini memang pekerjaan berat, tetapi kita pasti bisa mempertahankannya asal seluruh kekuatan bersinergi dengan tujuan utama yakni prestasi,” jelas Emrizal.
Emrizal mennguraikan, dirinya sudah bertemu dengan Gubernur Riau terpilih, H Annas Maamun, dan berdiskusi tentang olahraga Riau ke depan. Annas, menurut Emrizal, sangat mendukung segala upaya yang dilakukan KONI Riau agar bisa mempertahankan prestasi. Annas mengusulkan agar digelar pertandingan per cabang olahraga antar-kabupaten/kota se Riau atau antar-provinsi untuk melihat perkembangan atlet yang dibina.
“Pak Annas Maamun sangat mendukung dan berjanji akan memperhatikan pembinaan olahraga di daerah ini,” jelas Emrizal.
KONI akan bekerja sama dengan seluruh pengurus provinsi (pengprov) masing-masing cabang olahraga, KONI kota/kabupaten, dan seluruh komponen olahraga di daerah ini, termasuk dunia usaha agar membantu pembinaan. Selain itu, klub-klub olahraga di semua cabang harus dihidupkan, karena klub adalah salah satu basis pembinaan atlet.
Emrizal juga mengingatkan pentingnya KONI Riau bekerja sama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora). Dua dinas tersebut juga membina olahraga. Disdikbud memiliki sekolah olahraga, sedang Dispora, selain memiliki Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP), juga yang memiliki tanggung jawab dan kewenangan sarana/infrastruktur olahraga berupa venue-venue olahraga yang ada di Riau.
“Kita perlu duduk bersama dengan Disdikbud untuk menyelaraskan program pembinaan mereka di sekolah olahraga. Begitu juga dengan Dispora yang memiliki PPLP dan venue-venue. Kemarin saya mengunjungi salah satu klub basket yang sedang latihan di lapangan terbuka. Padahal kita punya Hall A Rumbai yang khusus untuk basket. Arena dan gedung-gedung olahraga yang dibangun megah itu harus dipakai, dan inilah yang harus dibicarakan prosedurnya bagaimana untuk menunjang atlet-atlet kita latihan,” jelasnya lagi.
Emrizal juga menyampaikan perlunya menggunakan sain dan teknologi untuk mengembangkan prestasi atlet melalui riset. Ini penting agar agar atlet-atlet muda yang didapatkan, berbakat, dibina, dan dilatih, nantinya benar-benar berprestasi karena memang sudah diteliti dengan baik dengan memanfaatkan teknologi olahraga. Emrizal menegaskan, pengembangan sain dan teknologi inilah yang membuatnya berpikir tentang pentingnya sportscience, semacam laboratorium olahraga yang tugasnya adalah menyuport pembinaan dari sisi sain dan teknologi.
“Misalnya, untuk cabang olahraga seperti bolavoli dan basket, atlet yang ditemukan dan kemudian dibina nantinya bisa memiliki tinggi badan yang ideal sesuai dengan cabang tersebut yang memerlukan tinggi badan maksimal. Nah, bidang sain dan teknologi harus bisa memprediksi apakah si atlet muda itu di saat usia emasnya juga memiliki tinggi yang ideal?”
Di bagian lain, Emrizal menjelaskan agar para pengurus pengprov cabang olahraga tidak alergi berdiskusi dengan KONI untuk mencari jalan keluar dari masalah yang dihadapi, termasuk bagaimana bekerja sama dengan pemkab/pemkot dan pihak lainnya. Di menyontohkan pembinaan atlet dayung. Selama ini cabang dayung Riau sangat berprestasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Karena dayung latihan dengan fasilitas baik di Danau Kebun Nopi, Kuantan Singingi, maka ada baiknya Bupati Kuantan Singingi dan perusahaan-perusahaan yang ada di sana juga dilibatkan.
“Mereka harus dirangkul, diajak ikut berpartisipasi. Misalnya PT Duta Palma atau yang lainnya membantu nutrisi atletnya, atau bagaimana. Juga, Bupati Kuansingnya diajak untuk membantu karena banyak atlet dayung kita berasal dari Kuansing. Semua bisa disinergikan,” ujar Emrizal.
Tentang pelatih dayung Riau, M Amin, yang akan ditarik oleh KONI Pusat untuk menangani cabang dayung nasional, Emrizal mengatakan kalau dirinya sudah bertemu dan berbicara dengan Ketua KONI Pusat Tono Suratman, untuk mencari jalan keluar yang saling menguntungkan. Salah satu yang dia usulkan adalah Pelatnas dayung dipusatkan di Riau, yakni di Kuansing, sehingga selain atlet-atlet nasional bisa dilatih M Amin, atlet-atlet Riau juga tetap bisa ikut latihan di bawah pelatih kelahiran Jambi tersebut.
Wakil Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi (Binpres) KONI Riau, Sanusi Anwar, mengusulkan agar cabang-cabang olahraga beregu terus dikuatkan karena hampir semua cabang beregu harus melalui tahap kualifikasi untuk ikut PON. Dia mencontohkan, cabang sepakbola, bolavoli, basket dan yang lainnya mestinya hari ini sudah memiliki tim seperti daerah lain.
“Olahraga beregu harus secepatnya dibentuk timnya, sebab jika kita mampu meloloskan minimal 200 atlet ke Jabar nanti, menurut saya ini sudah prestasi besar. Kita juga harus bisa menjaga atlet-atlet terbaik kita dari incaran daerah lain,” jelas Sanusi.
Sudarman Umar, Ketua Binpres KONI Riau menargetkan, pada 9 September 2014 yang bertepatan dengan Hari Olahraga Nasional (Haornas), tim PON Riau sudah terbentuk. Setelah itu dilakukan pelatihan terpusat dengan sistem promosi-degradasi. “Kita juga harus selektif dalam pengiriman atlet. Meskipun sang atlet lolos kualifikasi tetapi diperkirakan susah mendapatkan medali, lebih baik tidak kita kirim, tetapi tetap kita bina,” jelas Sudarman.
Mengenai banyak atlet Riau yang diincar daerah lain seperti Jawa Timur (Jatim) maupun Jawa Barat (Jabar) yang berambisi menjadi juara pada PON Jabar 2016, Emrizal Pakis menyarankan agar dihitung untung-ruginya antara mempertahankan dan melepas sang atlet. “Kalau kita harus membayar mahal untuk mempertahankannya daripada membina atlet baru dengan biaya yang lebih besar lagi, tidak ada salahnya kita pertahankan dia. Semua harus diperhitungkan masak-masak,” jelas Emrizal.
Seperti diketahui, beberapa atlet Riau seperti I Gede Siman (renang) atau David Agung Susanto (tenis) diincar banyak daerah. Sejauh ini, Jatim dan Jabar yang paling agresif. Jatim sendiri kabarnya bersedia membayar uang pembinaan Rp10 juta per bulan untuk atlet nasional yang dianggap bisa meraih emas di PON mendatang. Begitu juga dengan Jabar yang tak ingin dipermalukan sebagai tuan rumah PON 2016.
Dengan program Prioritas (Program Integrasi Olahraga Riau Target Emas), Emrizal berharap kerja keras yang dilakukan oleh KONI Riau bersama KONI kabupaten/kota dan seluruh pengprov cabang olahraga, bisa menghasilkan prestasi tinggi. “Semua yang kita lakukan itu, muaranya adalah satu: atlet yang berprestasi,” ujar Emrizal.(p-1)